Selasa, 18 September 2012

Minum Air Kelapa Muda, Jadi Raja

Mira Marsellia
Saya punya teman orang Belanda yang pernah bekerja di perusahaan saya bekerja sekarang, yang saat ini sudah lama pulang lagi ke negeri kumpeni. Sebutlah namanya Hans. Kadang-kadang saya masih ‘keep in touch’ dengan bertukar salam di surat elektronik atau sms-an. Bertahun sudah berlalu, karena bisa dibilang  sering ngobrol, dia masih bisa berbahasa Indonesia (tapi tidak membuat saya jadi bisa Bahasa Belanda).

Pernah dia pernah mengeluh kangen dengan Indonesia. Kangen apanya? Tanya saya. Kangen minum es kelapa muda pinggir jalan, ujarnya. Lho memang di londo ora ono kelapa ya? Tidak katanya, kalaupun ada di supermarket atau toko khusus makanan minuman Asia, rasanya sudah lain. Saya manggut-manggut, walaupun lawan bicara saya sudah pasti tidak melihat saya mengangguk. Ya, minum es kelapa muda di pinggir jalan, di siang hari yang terik, memang sensasi kenikmatan luar biasa.

Bayangkan, udara panas berdebu. Kita sudah lelah kesana kemari di siang bolong. Keringat sudah mengucur membasahi pakaian dan terasa lengket menempel di punggung. Lelah dan letih. Ditambah udara panas yang membuat haus mencekik leher. Lalu di pinggir jalan tampaklah kelapa muda bertumpuk, warna hijaunya menggoda. Kesegarannya sudah pasti. Manisnya walaupun tanpa gula terasa pas. Harganya apalagi, jauhlah dibanding Ice Caramel Coffee Latte di sebuah gerai minuman kopi yang mendunia itu. Hilang sudah letih lesu haus dahaga, berkat sebutir kelapa muda.

Manfaat Kelapa


Kelapa memang memiliki segudang manfaat, tak hanya untuk penghilang haus sesaat. Untuk menetralkan racun, misalnya keracunan makanan, air kelapa dipercaya adalah solusi cepat pertolongan pertama. Sayapun saat disengat tawon belang kuning di pegunungan Malabar beberapa waktu lalu, saat berobat di Puskesmas setempat, disarankan minum air kelapa hijau banyak-banyak. Efeknya secara hasil penelitian medis  saya tidak tahu pasti, namun yang saya rasakan saat kesakitan dengan kepala nyutnyutan akibat disengat itu, segarnya air kelapa saat itu terasa memang  soothing and relieving. Setelah banyak buang air kecil, rasa sakit akibat sengatan itu terasa banyak berkurang.

Indonesia terberkati dengan banyaknya kelapa yang tumbuh di seluruh kepulauan Nusantara ini. Manfaat kelapa dari setiap bagian pohon tersebut sudah dibahas di berbagai literatur dan memang  sudah digunakan bangsa Indonesia berabad-abad lamanya, mungkin sejak peradaban manusia di bumi Nusantara ini dimulai. Ide atau inspirasi  yang berasal dari akar kelapa, membuat Sedijatmo menemukan teknologi Cakar Ayam. Teknik konstruksi penyangga bangunan yang sudah dipatenkan dan dipakai juga diluar negeri ini, contohnya dipakai untuk pembangungan Bandara Polonia dan Bandara Sukarno - Hatta.

Kelapa dalam Sejarah Indonesia
Sebelum tahun 1527 nama Jakarta adalah Sunda Kelapa. Sunda Kelapa di daerah Penjaringan, Jakarta, adalah juga nama pelabuhan untuk kerajaan Pajajaran yang beribu kota di Pakuan, Bogor pada saat itu. Kalapa adalah nama asli untuk pelabuhan yang menjadi cikal bakal kota Jakarta sekarang. Kalapa adalah bahasa Sunda untuk Kelapa. Pemilihan nama Kalapa untuk pelabuhan tentulah ada hubungannya dengan komoditi kelapa yang menjadi unggulan bangsa kita sejak dahulu kala.

Ki Ageng Pemanahan atau juga disebut Ki Gede Pemanahan, adalah pendiri desa Mataram yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram, dan menurunkan raja-raja di Jawa. Awalnya menurut legenda Ki Ageng Pemanahan meminum air kelapa muda yang bertuah milik Ki Ageng Giring, tanpa ijin si empunya padahal. Walau tanpa ijin, namun tuah dari air kelapa muda itu dipercaya bahwa siapa saja yang meminumnya akan menurunkan raja-raja yang berjuasa, Ki Ageng Giring pun pasrah menganggapnya sebagai takdir yang Maha Kuasa.

Kelapa Lokal Bukan Lagi Primadona
Lepas dari cerita  air kelapa bertuah tersebut, saya sering mendengar bahwa untuk pengobatan kesuburan dan alat reproduksi pria dan wanita secara alami adalah minum air kelapa hijau. Kelapa hijau adalah jenis kelapa yang memiliki kulit buah hijau mulus seperti warna pucuk daun pisang, yang apabila dikupas, tampak kulit buahnya agak kemerah-merahan. Airnya sedikit terasa asam.

Yang saya tidak mengerti, kenapa saya menemukan kelapa-kelapa impor di supermarket kita. Kelapa ukuran kecil yang disebut kelapa bakar tersebut harganya tentu saja berlipat dari harga kelapa lokal petani kita. Mengenai rasa? Sama saja. Kenapa harus impor dari luar negeri kalau kita bisa menanam dan menghasilkannya sendiri. Disini, di tanah Indonesia yang subur loh jinawi.




Sekian, Terima kasih telah membacanya!
Sumber: MiraMarselia, Kompasiana

Tidak ada komentar: