Tanaman
Obat Di Indonesia
![]() |
自信的笑容传统医学 |
Pemanfaatan
tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia.Tumbuhan
adalah gudang bahan kimia yang memiliki sejuta manfaattermasuk untuk
obat berbagai penyakit.
Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat dan
jamu merupakan warisan turun temurun dan mengakar kuat di masyarakat.
Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisonal tersebut tersebar
hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Di hutan tropis Indonesia terdapat
30.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies
diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 200 spesies yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional.
Peluang pengembangan budidaya tanaman
obat-obatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin
berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika
tradisional. Tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang
sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan
sebagai obat, bahan, atau ramuan obat-obatan.
Ahli lain mengelompokkan
tanaman berkhasiat obat menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui
atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies
tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau
bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat
dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial merupakan
spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan
biokatif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara
ilmiah-medis sebagai bahan obat.
Sedangkan Departemen Kesehatan RI
mendefenisikan tanaman obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK
Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu :
1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.
2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor).
3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat.
Sejalan dengan perkembangan industri
jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional juga mendorong
berkembangnya budidaya tanaman obat di Indonesia.
Selama ini upaya
penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di alam liar atau dibudidayakan
dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan
kualitas yang kurang memadai. Maka perlu dikembangkan aspek budidaya
yang sesuai dengan standart bahan baku obat tradisional.
Penggunaan bahan alam sebagai obat
cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan
krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat
terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya.
Obat bahan
alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan.
Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek
samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji
praklinis dan uji klinis.
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
jamu yang merupakan ramuan tradisional
yang belum teruji secara klinis, obat herbal yaitu obat bahan alam yang
sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat
bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM
No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004).
Penyebaran informasi mengenai hasil
penelitian dan uji yang telah dilakukan terhadap obat bahan alam harus
menjadi perhatian bagi semua pihak karena menyangkut faktor keamanan
penggunaan obat tersebut.
Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum
menggunakan obat bahan alam adalah keunggulan dan kelemahan obat
tradisional dan tanaman obat. Keunggulan obat bahan alam antara lain :
1. Efek samping obat tradisional relatif
lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran,
waktu penggunaan, cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan
ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tanaman obat untuk
indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau
sinergisme dalam ramuan obat/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu
ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tanaman
obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus
dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang
dikehendaki.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih
dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam
bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan
beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut
memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk
penyakit-penyakit metabolik dan degeratif. Perubahaan pola konsumsi
mengakibatkan gangguan metabolisme dan faal tubuh sejalan dengan proses
degenerasi. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain diabetes
(kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu
ginjal, dan hepatitis.
Sedangkan yang termasuk penyakit degeneratif
antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser
(tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir) dan pikun (lost of memory).
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama
sehingga penggunaan obat alam lebih tepat karena efek sampingnya relatif
lebih kecil.
Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki
beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat
tradisional antara lain : efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum
terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji
klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme.
Upaya-upaya pengembangan obat tradisional
dapat ditempuh dengan berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan
tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji
khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta
memenuhi indikasi medis, yaitu kelompok obat fitoterapi atau
fitofarmaka. Untuk mendapatkan produk fitofarmaka harus melalui beberapa
tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab
dan mengatasi kelemahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar